Di depan tiang-tiang penyangga foto terlihat beberapa pengunjung sedang memperhatikan gambar yang bergerak otomatis itu. Foto-foto Banda Aceh yang luluh lantak, para penyintas yang tengah menyelamatkan diri, kapal-kapal menyangkut di atap rumah menjadi tontonan yang bisa memberi gambaran pada pengunjung. Dari ruang besar itu, kembali terdapat jalan sempit menanjak yang di bagian kirinya terdapat pintu masuk ke ruang berbentuk kerucut atau yang disebut "sumur doa".
Pada dinding ruang tersebut tertera ribuan nama korban jiwa dan di puncak kerucut terdapat penutup tembus cahaya dengan tulisan huruf Arab "Allah". Kata pemandu museum; "Ini melambangkan bahwa para korban yang tidak dapat selamat dari tsunami kini sudah kembali kepada Allah." Pengunjung acapkali berdoa di ruang tersebut.
Ridwan Kamil, kini Wali Kota Bandung, Jawa Barat, adalah arsitek yang merancang museum itu setelah memenangkan lomba desainnya. Bangunan museum dari bawah terlihat menyerupai kapal, alat transportasi yang banyak dikaitkan dengan bencana tsunami, mengingat banyak kapal yang terdampar jauh ke pedalaman dan beberapa di antaranya bagaikan "perahu Nabi Nuh" yang menyelamatkan para penumpangnya.
Keluar dari ruang kerucut, jalan menanjak berlanjut mengitari kerucut itu. Sebagai lambang bagi para penyintas yang masih harus berjuang untuk menyelamatkan diri yaitu keluar dari pusaran air.
Di ujungnya terpampang ruang yang terang dan luas, atap gantung di langit-langit tembus pandang, berbentuk menyerupai kapal, tempat bendera-bendera dari sejumlah negara tergantung dengan tulisan "damai" dalam berbagai bahasa.
Di bagian bawahnya terdapat "jembatan harapan" melambangkan harapan hidup bagi para penyintas dan membawa pengunjung berjalan menuju lantai berikutnya dari bangunan berlantai empat di museum tersebut.
Setelah melintasi jembatan, pengunjung akan diarahkan menuju ruang pamer berisi gambar dan diorama, juga ada ruang simulasi gempa dan tempat pengunjung dapat mempelajari sains terkait gempa dan tsunami. Di tempat itu biasanya pengunjung akan bisa merasakan "getaran gempa", mempelajari gempa dan tsunami sertaberbagai peralatan perekam gempa dan sistem kerjanya.
Perjalanan berakhir pada ruang teater semi terbuka dengan tribun dan panggung tanpa dinding dan di seberangnya dikelilingi kolam ikan. Tempat tersebut biasa dimanfaatkan oleh pengunjung untuk merenung kembali bencana alam yang mengubah wajah politik, sosial dan ekonomi Aceh menjadi provinsi yang lebih terbuka dan damai.
Bangunan museum bila dilihat dari atas, seperti yang terlihat pada maket, merupakan gambaran gelombang laut dan sekaligus sebagai dataran tinggi untuk penyelamatan. Kehadiran Museum Tsunami Aceh penting untuk mengenang dan juga menjadi sarana edukasi.
Monumen hidup bertebaran di Banda Aceh dan sekitarnya sehingga kota di belahan barat Indonesia itu pun kini menjadi daerah kunjungan wisata sejarah, terutama wisatawan domestik dan dari negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand juga India.
0 comments:
Post a Comment